SEKILAS SOAL MAZHAB
Nadirsyah Hosen
Mazhab sebenarnya
mempunyai dua arti yaitu pendapat dan/atau metode. Sayangnya, umat Islam
menganggap mazhab ini sebagai "organisasi" yang kalau sudah masuk ke
sana tidak boleh keluar lagi dan tidak boleh mencampuradukkan keanggotan dalam
"organisasi" tersebut.
Dengan demikian kata-kata
"apakah setiap orang harus bermazhab" harus dibaca "apakah
setiap orang harus memiliki pendapat dan/atau metode dalam Islam?" Tentu
saja tidak harus! Orang awam tidak harus bermazhab. Orang awam bebas memilih
pendapat mana saja yang ia sukai. Kaidah mengatakan al-aami la mazhaba lahu
(orang awam itu tidak bermazhab)
Soal pindah-pindah
mazhab, sebenarnya kita harus membedakan antara:
a. mentarjih pendapat
ulama
b. mencampuradukkan berbagai
mazhab (talfiq)
c. pindah mazhab secara
total.
Saya bahas satu persatu
(meski cuma sekilas):
a. Mentarjih pendapat
ulama
Buka saja kitab fiqh yang
manapun (asalkan kitab fiqh standard), akan kita temui beragam pendapat ulama
dalam satu kasus. Uniknya, jangankan antara satu mazhab dengan mazhab lain,
malah kadang-kadang di dalam satu mazhab saja terdapat keragaman pendapat.
Contohnya, Imam Abu Yusuf seringkali berbeda dengan Imam Abu Hanifah. Kalau
buat kalangan pesantren yang pernah membaca buku karya Qalyubi wa Humairah
(atau juga dikenal dengan nama Hasyiyatani atau dikenal juga dengan nama
al-Mahalli) akan mendapati bahwa kitab bermazhab Syafi'i itu menampilkan
sejumlah pendapat berbeda dalam mazhab syafi'i. Seringkali Imam Nawawi berbeda
dengan Imam Ramli, dan lainnya.
Nah, untuk melakukan
tarjih pengarang kitab tersebut menggunakan istilah al-azhar, al-ashah, de el
el. (lebih jelasnya silahkan buka sendiri kitab al-Mahalli itu).
Mentarjih pendapat ulama
itu merupakan pekerjaan yang nggak sembarangan. Kita harus tahu betul pendapat
para ulama dan dalil-dalilnya lalu kita teliti masing-masing argument baru
kemudian kita tentukan mana pendapat yang paling kuat (tarjih). Ahli tarjih
harus memiliki kualifikasi yang mumpuni-lah...:)
b. Mencampuradukkan
mazhab (talfiq)
Kalau yang ini, biasanya
yang jadi ramai tak berkesudahan adalah soal "plin-plan". Pangkal
masalahnya, berbeda dengan tarjih yang didasari argumen yang kuat, maka talfiq
ini sama sekali bukan berdasarkan argumentasi yg kuat, tapi berdasarkan
"selera" untuk cari yang mudah-mudah. Dan ini dilakukan oleh orang
awam. (berbeda dengan point a yang dilakukan oleh ulama ahli tarjih)
Sebenarnya para ulama
berbeda pendapat dalam hal talfiq (pusing nggak tuh soal comot sana-sini
pendapat ulama juga menimbulkan perbedaan pendapat para ulama). Ada dua titik
ekstrem: pertama, sejumlah ulama tidak memperbolehkan sikap plin-plan itu.
Kedua, sejumlah ulama membolehkan bersikap plin-plan meskipun berdasarkan niat
untuk mencari yang gampang-gampang saja. Ketiga, ulama yang ditengah-tengah
bersikap: harus dilihat dulu dalam kasus apa dan apakah para Imam yang dicomot
itu tidak saling membatalkan.
Sebagai contoh: Saya
berwudhu dengan menggunakan mazhab syafi'i, namun ketika bersentuhan dengan
wanita bukan mahram, saya pindah ke mazhab hanafi. Buat ulama pertama tentu
saja ini tidak boleh. Buat ulama kedua tentu saja boleh-boleh saja-lah...:)
Buat ulama yang ketiga, kasus seperti soal wudhu tadi itu tidak boleh, karena
dia wudhu dengan cara syafi'i, dipandang tidak sah di mata hanafi, dia batal
wudhu dengan hanafi, dipandang tidak sah oleh syafi'i. Jadi, akhirnya dia
melakukan satu perbuatan yang masing-masing mazhab tidak mensahkannya. Nah,
yang boleh menurut ulama ini adalah kalau perbuatan yang satu dengan yang lain
tidak ada hubungannya. Misalnya, wudhu dengan cara mazhab syafi'i, nah, ketika
mau niat puasa ia pakai mazhab hanafi. Kan tidak ada hubungannya antara wudhu
dan puasa? maka yang ini boleh.
Kalau saya sih pilih
(menurut selera saya nih) pendapat al-Kammal ibn al-Hammam yang secara tegas
membolehkan orang "plin-plan" secara mutlak!.
Alasan saya adalah
disamping soal arti sebenarnya dari mazhab itu, juga islam itu memang agama
yang mudah kok. Cuma kita harus punya sedikit pengetahuan mengenai keragaman
pendapat itu, jangan yang nggak tahu sama sekali, terus hanya ikut kata orang
saja, lalu comot sana-sini. Yah minimal dia tahu-lah akan ilmu fiqh.
c. Pindah mazhab secara
total.
Kalau yang ini sih,
gampang....misalnya anda pindah dari mazhab Syafi'i ke mazhab Hanafi.Artinya,
ya tidak kasus per kasus lagi seperti yang point a dan b. Tapi dengan total!
Anda mau tarjih? atau
talfiq? atau pindah mazhab secara total? Terserah anda saja lah......:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar