10 Amalan Batin Dalam
Tilawah Al Qur’an
Oleh : Supriyanto, S.Pd
Tilawah al Qur’an dapat menghaluskan jiwa dari
beberapa segi. Ia mengenalkan manusia kepada tuntutan yang harus dilakukannya,
membangkitkan berbagai nilai yang dimaksudkan dalam Tazkiyatun Nafs, menerangi
hati, mengingatkannya, menyempurnakan fungsi sholat, zakat, puasa dan haji
dalam mencapai maqam ‘ubudiyah kepada
Allah ‘azza wajalla. Tilawah Al Qur’an memerlukan penguasaan yang baik tentang
hukum-hukum tajwid dan komitmen harian dengan wirid dari Al Qur’an.
Al Qur’an dapat berfungsi dengan baik apabila
dalam tilawahnya disertai adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan
tadabbur. Berikut ini penjelasan tentang sepuluh amalan batin tersebut :
1.
Memahami
keagungan dan ketinggian Firman.
Ketika kita berada
di daerah yang sama sekali asing bagi kita, keberadaan sebuah petunjuk atau informasi sekecil apapun itu tentulah
sangat berharga bagi kita. Dengan itu kita dapat mengenal keadaan dan
menentukan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Disinilah letak
pentingnya firman-firman Allah yang disampaikan-Nya kepada kita sebagai
petunjuk hidup kita.
Kitab (Al Quran) ini
tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Qs.2:2)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(Qs.51:56)
2.
Mengagungkan
Mutakallim (Allah SWT)
Dalam ilmu
komunikasi, kita selalu diharuskan memperhatikan dengan siapa kita sedang
berkomunikasi sehingga kita bisa bersikap dengan lebih baik dan diterima dengan
baik pula oleh yang bersangkutan.
Saat kita tilawah
Al-Qur’an, maka kita sedang berhadapan dan berkomunikasi secara langsung dengan
Allah SWT yang menciptakan kita beserta seluruh alam semesta. Yang tunduk semua
makhluk kepada-Nya. Yang ilmu-Nya tiada terbatas, Yang Maha Rahmat dan Kasih Sayang-Nya
tiada terbatas serta Maha pedih siksanya bila Ia murka.
Dengan memeperhatikan
itu semua, maka akan muncul pengagungan dalam hati kita kepada Mutakallim,
Allah ‘Azza Wajalla.
3.
Menghadirkan
Hati dan Meninggalkan bisikan Jiwa
Ketika kita sedang
berbicara dengan seseorang yang penting, maka sudah pasti perhatian kita
sepenuhnya akan kita tujukan kepada apapun yang sedang ia sampaikan. Kita akan
konsentrasi penuh, fokus hanya pada informasi yang disampaikannya.
Apalagi ketika kita
sedang berhadapan dengan Allah SWT, membaca dan mendengarkan kalam-Nya yang
sangat penting bagi hidup dan mati kita, yang di dalamnya penuh dengan berbagai
informasi besar tentang alam nyata dan ghaib, tentang kehidupan dunia dan
akhirat, tentang perintah dan larangan serta tentang pedoman hidup menuju
keselamatan kita. Maka sudah pasti kita harus lebih fokus dan mengabaikan
lintasan-lintasan lain dalam fikiran dan hati kita.
“Hai Yahya, ambillah Al kitab
(Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi
ia masih kanak-kanak.” (Qs. Maryam 19:12)
4.
Tadabbur
Tujuan membaca
adalah tadabbur (merenungkan), oleh karena itu disunnahkan membaca dengan
tartil sebab di dalam tartil secara zahir memungkinkan adanya tadabbur dengan
batin. Imam Ali RA berkata, “Tidak ada kebaikan pada ibadah tanpa pemahaman di
dalamnya. Dan tidak ada kebaikan pada bacaan tanpa tadabbur di dalamnya.”
Jika tidak bisa
melakukan tadabbur kecuali dengan mengulang-ulangnya, maka lakukanlah
sebagaimana Rasulullah pernah menjadi imam dan mengulang-ulang QS.Al mai’idah
5:118 berikut ini:
“Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka
adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
5.
Tafahhum
(Memahami Secara Mendalam)
Yaitu mencari
kejelasan dari setiap ayat secara tepat, karena Al Qur’an meliputi berbagai
masalah tentang sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan-Nya, ihwal para nabi,
ihwal para pendusta dan bagaimana mereka dihancurkan, perintah-perintah-Nya,
larangan-larangan-Nya, serta surga dan neraka.
“Dialah Allah yang tiada Tuhan
selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan
Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang
memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs.
Al Hasyr 59:23)
Misalnya kita
menbaca Qs Al Waqi’ah 56:58 di bawah ini :
”Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu
pancarkan.”
Kemudian
kita merenungkan dan mencoba memahami bagaimana proses penciptaan manusia dari
air mani, menjadi daging, darah, tulang, sel dan seterusnya hingga terbentuk
berbagai organ tubuh yang membuat manusia jadi sempurna. Kemudian renungkan
pula Qs. Yaasin 36 : 77
”Dan Apakah manusia tidak
memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), Maka tiba-tiba
ia menjadi penantang yang nyata!”
Barangsiapa
yang tidak memiliki pemahaman tentang apa yang terkandung di dalam Al Qur’an
sekalipun dalam tingkatan yang paling rendah, maka ia masuk ke dalam kategori
firman Allah :
”Dan di antara mereka ada orang yang
mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang
berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi):
"Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka Itulah orang-orang yang
dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.” (Qs. Muhammad 47:16)
6.
Meninggalkan
Hal-hal yang Dapat Menghalangi Pemahaman
Syetan memasang
beberapa penghalang dalam hati manusia sehingga kebanyakan mereka tidak bisa
menyaksikan berbagai keajaiban Al Qur’an. Penghalang-penghalang tersebut antara
lain:
Pertama, Perhatiannya hanya tertuju pada penunaian makharijul huruf saja.
Kedua, Taklid dan fanatik kepada mazhab yang didengarnya saja tanpa berusaha
memahaminya dengan bashirah dan musyahadah.
Ketiga, Berterus menerus dalam dosa atau sikap sombong atau secara umum
terjangkiti penyakit memperturutkan hawa nafsu kepada dunia. Padahal, ini dapat
menyebabkan hati menjadi berkarat dan gelap.
Keempat, Hanya membaca tafsir zahir saja dengan mengabaikan yang lain.
7.
Takhsish
Yaitu menyadari
bahwa dirinya merupakan sasaran yang dituju oleh setiap khitab (nash) yang ada di dalam Al-Qur’an. Misalnya tentang
perintah dan larangan, janji dan ancaman, pelajaran dari kisah nabi dan ummat
terdahulu, dan sebagainya.
“Dan ingatlah nikmat Allah padamu,
dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As
Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu.
dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui
segala sesuatu.” (Qs.2:231)
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian.” (Qs.17:82)
8.
Ta’atstsur
(Mengimbas ke Dalam Hati)
Yaitu hati terimbas
oleh imbasan yang berbeda sesuai dengan beragamnya ayat yang dibaca dan
dihayatinya. Imbasan itu bisa berupa rasa takut, harap, sedih, gembira dan
sebagainya. Contoh, Nabi SAW pernah menangis ketika meminta Abdullah Bin Mas’ud
membaca Qs An-Nisa 4: 41
“Maka Bagaimanakah (halnya orang
kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap
umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu
(sebagai umatmu)."
Katakanlah:
"Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku
mendurhakai Tuhanku."(Qs.6:15)
"Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami
bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada
Engkaulah Kami kembali." (Qs.Mumtahanah 60:4 )
“Mengapa Kami tidak akan bertawakkal
kepada Allah Padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada Kami, dan Kami
sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan
kepada kami. dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu,
berserah diri".(Qs.Ibrahim 14:12)
9.
Taraqqi
Yakni meningkatkan
penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan kalam dari Allah, bukan dari dirinya
sendiri. Karena derajat bacaan ada tiga:
Pertama, Seolah-olah
membacanya kepada Allah, berdiri di hadapan-Nya dan di saksikan-Nya.
Kedua, Menyaksikan
hatinya seolah-olah Allah mengajaknya bicara dengan taufiqnya. Sehingga dia
ta’zhim dan malu, mendengarkan dan memahami.
Ketiga, Melihat mutakallim dalam setiap kalam yang
dibacanya, melihat sifat-sifat-Nya dalam setiap kalimat yang ada.
Itulah derajat Ashabul yamin dan Muqarrabin. Sedangkan jika tidak demikian maka termasuk derajat ghafilin.
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS.7:179)
10.
Tabarriy
Yakni melepaskan
diri dari daya dan kekuatannya, dan memandang kepada dirinya dengan pandangan
ridha dan tazkiyah. Apabila membaca ayat tentang sanjungan kepada shalihin dan shiddiqin, maka ia memohon disusulkan kepada golongan mereka. Dan
apabila membaca ayat yang berisi ancaman dan murka Allah, ia merasa dirinyalah
yang dimaksudkan sehingga secepatnya bertobat dan memohon ampun.
Referensi:
1.
Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali
2.
Al Mukhtakhlas Fi Tazkiyatun Nafs, Sa’id Hawa
____________________________________________________