Minggu, 06 Januari 2013

KANDUNGAN SYAHADAT



                                     KANDUNGAN SYAHADAT
( Bagian Pertama dari Tiga Tulisan )

Oleh : Supriyanto, S.Pd


Syahadat dalam Islam memiliki makna yang dalam dan agung. Karena orang yang mengucapkannya berarti telah memasuki sebuah area yang baru sama sekali baginya. Ia telah meninggalkan masa lalu yang kelabu dalam kegelapan jahiliyah dan memasuki masa yang terang benderang dalam naungan Islam. Apalagi Allah memerintahkan bagi yang ingin memasukinya, agar masuk secara sempurna, bukan sepotong-sepotong saja. Allah berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaaffah.Dan janganlan kalian mengikuti langkah-langkah syetan karena ia adalah musuh yang nyata  bagi kalian.” (Qs. Al- Baqarah : 208)

Siapa saja yang dengan sengaja / sadar ketika mengucapkannya disertai keyakinan yang dalam, maka perubahan status akan segera ia dapatkan. Ketika belum mengucapkannya, ia boleh dibunuh karena kekafirannya, boleh dirampas harta dan keluarganya. Tetapi setelah bersyahadat, semua itu berubah. Ia akan dilindungi dari  pembunuhan dan perampasan harta oleh kaum muslimin. Kedudukannya akan terhormat sebanding dengan ummat Islam yang lainnya. Ia tidak perlu lagi membayar jizyah, bahkan ia berhak menerima zakat sebagai penghiburan atas keislamannya. Tidak itu saja. Bahkan Rasulullah SAW menjamin atasnya surga yang menanti dengan kerinduan, lengkap dengan berbagai kenikmatan yang tiada taranya, selain juga tanah Hijaz dan ‘Ajam akan dengan mudah ditaklukkannya jika ia konsisten dengan syahadat tersebut.

Begitulah keutamaan syahadat yang sering begitu dilupakan oleh orang yang sudah  mengucapkannya bahkan dengan begitu hafal di luar kepala ( semoga bukan kita). Lantas apakah gerangan yang terkandung di dalam syahadat itu, sehingga Allah dan rasulnya berkenan menjanjikan begitu banyak keutamaan?

Dalam terminologi bahasa Arab, syahadat memiliki 3 makna , yaitu : Al-I’lan, al-wa’du dan al-qassam. Ketiga makna tersebut adalah saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga menyatu dalam sebuah makna yang dahsyat ketika dinisbatkan kepada kalimat yang menjadi pintu masuk dalam agama Islam. Berikut ini kandungan syahadat yang begitu dahsyat:

Pertama, Syahadat bermakna Al-I’lan yang bararti sebuah pernyataan, pengumuman atau proklamasi. Ketika syahadat sudah kita ucapkan, maka ketika itu kita telah memproklamasikan kepada dunia bahwa kita adalah seorang muslim. Berati kita telah menyatakan kepada semua pihak, bahwa kita hanya akan menyembah Allah saja (bukan uang, kedudukan, wanita, jin, dewa, patung, dukun, jimat, pejabat apalagi yang biasa berkhianat) dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW secara murni dan konsekuen, bukan sunnahnya kyai yang melanggar syar’i apalagi bintang sinetron atau artis lainnya.

Jika seorang praktisi marketing telah mengiklankan suatu merk produk, tetapi pada saat yang sama ia malah memakai produk sejenis dari merk yang lain, maka bisa dipastikan konsumen tidak akan memakai produk yang diiklankan tersebut. Hal itu terjadi karena konsumen tahu bahwa pihak pengiklan tidak percaya dengan produk yang diiklannya sendiri dengan bukti yang bersangkutan tidak memakai produknya sediri tetapi malah memakai produk orang lain.

Demikian juga bagi kita yang telah bersyahadat, kalau dalam keseharian hidup kita tidak mau mengaplikasikan Islam tetapi justru dengan bangganya mengikuti cara hidup orang lain semisal kapitalisme, liberalisme yang lebih menuhankan rasio daripada syari’at Allah, sosialisme-atheisme yang lebih nuhankan hawa nafsunya, berpakaian tidak menutup aurat demi mengikuti mode  orang kafir atau untuk menarik lawan jenis, melestarikan mitos bahwa pacaran sebagai prolog menuju pernikahan (meskipun dibungkus dengan alasan “dalam rangka ta’aruf”), menyukai musik-musik jahiliyah yang mengumbar syahwat serta mendukung para penguasa yang dzalim, maka patut dipertanyakan  lagi keabsyahan syahadat kita.

Kedua, Syahadat bermakna Al-Wa’du yang bararti sebuah janji. Dalam Islam, janji itu ibarat hutang. Ia harus dilunasi sesuai kesepakatann yang ada. Seorang muslim tidak akan bisa memasuki surga meskipun telah melakukan berbagai amal kebaikan, jika ia belum melunasi hutang-hutangnya.

Dengan Bersyahadat, berarti kita telah berjanji kepada Allah bahwa kita hanya akan menjadikan Allah saja sebagai satu-satunya Ilah yang wajib disembah, ditakuti, dicintai dan diharapkan pertolongan-Nya. Sebagaimana janji kita setiap sholat dan membaca Al-Fatiha juga dalam dalam do’a iftitah kita.
Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan” (Qs. Al-Fatiha/ 1 : 4-5)
Katakanlah, Sesungguhnya Sholatku, ibadahkau, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam”. (Qs. Al- An’am / 6 : 163)


Ketiga , Syahadat juga bermakna Al-Qasam yang berarti sebuah sumpah. Dibandingkan dengan janji, sumpah memiliki makna yang lebih dalam dan dahyat efeknya. Masyarakat Indian misalnya, mereka memiliki tradisi sumpah darah. Jika mereka akan bersumpah atas sesuatu, maka mereka menyayat pergelangan tangan untuk kemudian saling menempelkan luka sayatan agar darah mereka menyatu. Jika salah satu pihak melanggar sumpahnya, maka ia akan dibunuh atau diasingkan. Dalam tradisi masyarakat kejawen juga ada sumpah pocong. Pihak yang disumpah harus dibungkus kain seperti mayat sambil meminta bala’ jika sumpah tersebut dilanggar atau didustakan.

Kalau bersumpah kepada manusia saja begitu besar konsekuensinya, maka betapa lebih besar dan dahsyatnya konsekuensi dari sumpah kita kepada Allah sebagai penguasa jagat raya ini. Dia mampu membelah bumi, membenturkan antar planet atau bintang, Dia mampu mendatangkan berbagai musibah tanpa ada yang bisa menghalangi. Kalau kepada manusia kita tidak boleh main-main dalam bersumpah, maka kepada Allah tentu lebih tidak boleh lagi keta bermain-main.

            Mungkin itulah salah satu alasan mengapa Abu Jahal dan gank-nya tidak bersedia mengucapkan syahadat meskipun dijanjikan seluruh dunia beserta isinya, juga surga  oleh Rasulullah SAW. Mungkin itu pula alasan  mengapa Bilal bin Rabbah RA begitu tegar mempertahankan keislamannya di tengah siksaan Umayyah bin Khallaf sang majikan yang kafir itu. Mungkin itu pula alasan Khalid bin Walid yang tak pernah berhenti mengangkat pedangnya bersama barisan mujahid menghantam para penguasa tiran yang congkak menghalangi laju dakwah Islam. Mungkin itu pula alasan Asy-Syahid Sayyid Qutb tersenyum di tiang gantungan. Mungkin itu pula alasan mengapa kita harus sesering mungkin memperbaharui syahadat kita.

............To be Continued,  Insya Allah.........



___________________________________________________

  *Disampaikan  untuk taushiyah dalam rapat koordinasi TIM IPS SMP AL-HIKMAH Surabaya, 
   17 Maret 2005
  *Penulis adalah staff Pendidik di SMP AL HIKMAH Full Day School Surabaya 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar