Minggu, 06 Januari 2013

Fiqih Shalat : Salaman setelah Salam



1) HUKUM BERJABAT TANGAN SETELAH SHALAT


Pertanyaan:
Apa hukumnya berjabatan tangan setelah sholat ?
Iwan


Jawaban:
Pada dasarnya bersalaman hukumnya sunnah, tapi kalau dilakukan dengan mengaitkannya dengan ibadah shalat sehingga menjadi bagian dari shalat, maka disini para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa hal itu ditakutkan bisa menjadi bid
ah. Namun sebagian lagi mengatakan tidak.

Yang mengatakan tidak mencoba memisahkan antara salaman dan shalat. Karena menurut mereka salaman itu jelas-jelas bukan bagian dari shalat dan jelas-jelas dilakukan di luar ibadah shalat, maka mereka keberatan kalau dikatakan bid
ah. Sebaliknya, sebagian lainnya mengatakan karena salaman itu selalu dilakukan dengan bergandengan dengan shalat, maka seolah-olah sudah menjadi rangkaian dari shalat itu sendiri, jadi lebih dekat untuk dikatergorikan bidah.

Namun bila kita merujuk lebih jauh kebelakang, ternyata para ulama terdahulu pun punya komentar tentang salaman setelah shalat.

Bisa kita nukil pendapat Al-Izz bin Abdis Salam yang mengatakan bahwa bid`ah perbuatan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW, yang terbagi menjadi lima hukum. Yaitu bid'ah wajib, bid'ah haram, bid'ah mandub (sunnah), bid'ah makruh dan bid'ah mubah.

Contoh bid'ah wajib misalnya belajar ilmu nahwu yang sangat vital untuk memahami kitabullah dan sunnah rasulnya. Contoh bid'ah haram misalnya pemikiran dan fikrah yang sesat seperti Qadariyah, Jabariyah, Murjiah dan Khawarij. Contoh bid'ah mandub (sunnah) misalnya mendirikan madrasah, membangun jembatan dan juga shalat tarawih berjamaah di satu masjid. Contoh bid'ah makruh misalnya menghias masjid atau mushaf Al-Quran. Sedangkan contoh bid'ah mubah misalnya bersalaman setelah shalat.

Jadi meski terbilang bid
ah, namun menurut sebagian ulama bukanlah termasuk perbuatan sesat yang membawa pelakunya ke dalam neraka seperti dalil yang sering digunakan bahwa semua bidah itu sesat dan masuk neraka. Paling tidak, belum semua ulama sepakat tentang kebidahan atau kesesatan kebiasaan itu.

Diantara sebagain ulama berpebdapat bahwa bid'ah itu terbagi menjadi lima kategori hukum itu antara lain adalah Al-Imam Asy-Syafi'i dan pengikutnya seperti Al-'Izz ibn Abdis Salam, An-Nawawi, Abu Syaamah. Sedangkan dari kalangan Al-Malikiyah ada Al-Qarafi dan Az-Zarqani. Dari kalangan Al-Hanafiyah seperti Ibnul Abidin dan dari kalangan Al-Hanabilah adalah Al-Jauzi serta Ibnu Hazm dari kalangan Dzahiri.

Pendapat mereka didasarkan kepada dalil-dalil berikut :
1.   Perkataan Umar bin Al-Khattab ra tentang shalat tarawih berjamaah di masjid bulan Ramadhan yaitu :

Sebaik-baik bid'ah adalah hal ini.
2.   Ibnu Umar juga menyebut shalat dhuha' berjamaah di masjid sebagai bid'ah yaitu jenis bid'ah hasanah atau bid'ah yang baik.
3.   Hadits-hadits yang membagi bid'ah menjadi bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah seperti hadits berikut :

Siapa yang mensunnahkan sunnah hasanah maka dia mendapat ganjarannya dan ganjaran orang yang mengamalkannya hingga hari qiyamat. Siapa yang mensunnahkan sunnah sayyi'ah (kejelekan), maka dia mendapatkan ganjaran dan ganjaran orang yang mengamalkannya hingga hari qiyamat. 

Begitu juga masalah berzikir berjamaah, tidak semua ulama sepakat untuk membidahkannya. Namun bila zikir itu dilakukan dengan suara keras menggunakan pengeras suara sehingga mengganggu ketenangan orang lain, para ulama sepakat akan keharamannya. Karena Allah tidak tuli dan perbuatan mengganggu ketenangan orang meski dengan bacaan zikir- adalah terlarang.

Sebaiknya anda tidak terlalu teburu-buru untuk memvonis sebuah praktek ibadah itu dengan bid
ah, karena bisa jadi mereka juga punya dalil dan hujjah atas apa yang mereka lakukan. Paling tidak meski hujjah mereka kita anggap tidak kuat, kita perlu untuk melakukan tenggang-rasa dan tetap menjaga persaudaraan dengan tidak memboikot masjid itu atau malah meninggalkannya. Karena yang anda tuduhkan bidah itu boleh jadi tidak mereka pahami. Jadi anda tetap masih punya kewajiban untuk mendekati mereka dengan pendekatan yang sebaik-baiknya untuk bisa memberikan penjelasan dengan hikmah dan muizhah hasanah, salah satu diantaranya dengan tetap shalat berjamaah dengan mereka di masjid.


2)   BERSALAMAN SETELAH SHALAT


Pertanyaan:
Pak ustadz, apa hukumnya bersalaman setelah kita melaksanakan shalat fardhu (setelah salam)? apakah ada hadits yang menguatkan tentang hal ini sehingga sering dilakukan oleh masyarakat kita umumnya? Hakim


Jawaban:
Bersalaman antara kaum muslimin merupakan suatu ibadah yang dianjurkan oleh agama, bahkan hal tersebut dipraktekan sendiri oleh baginda Rasulullah SAW ketika beliau bertemu dengan para sahabatnya beliau tidak pernah ketinggalan untuk menyalami mereka.

Dan suatu riwayat dijelaskan bahawa Tholhah bin Ubaidillah berdiri dari suatu halaqoh (kumpulan) bersama Nabi SAW ketika sedang berada di masjid menuju ke arah Ubay bin Ka
ab RA ketika turun ayat yang menjelaskan tentang diterimanya taubat beliau oleh Alloh SWT dan Tholhah menyalaminya serta mengucapakan selamat padanya dengan berita gembira tersebut (HR. Bukhori 4418, Muslim 2769)

Dari Al-Baro RA ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda:
Tidak ada dua orang muslim yang bertemu dan saling bersalaman melainkan keduanya akan diampuni sebeluam keduanya berpisah (HR Abu Daud 5201)
Dari Busyair bin Ka
ab Al-Adwi dari seorang laki-laki dari Anazah bahwasanya ia pernah bertanya kepada Abi Dzar RA ketika beliau keluar dari negeri Syam: Aku ingin bertanya padamu tentang suatu hadis dari hadis Rasulullah SAW Abu Dazr berkata: Kalau begitu aku akan memberitahukannya padamu, kecuali jika seuatu yang bersifat rahasia aku berkata: Ini bukan suatu rahasia, apakah Rasulullah SAW pernah menyami kalian jika kalian bertemu dengan beliau? Abu Dzar berkata: Tidak pernah sekali pun aku bertemu padanya melainkan beliau selalu menyalamiku, dan beliau pernah mengutus seseorang untuk menemuiku tetapi aku tidak berada di rumah. Setelah akau datang, aku diberitahu bahwa Rasulullah SAW ingin menemuiku, maka akau mendatangi beliau ketika sedang berada di atas tempat tidurnya, kemudian ia memelukku, Dan hal tersebut lebih baik-lebih baik (dari sekedar bersalaman dalam hal menumbukan rasa cinta dan persaudaraan) (HR Abu Daud 5203)

Oleh karena itu disunahkan untuk bersalaman ketika kita bertemu dengan saudara kita di masjid atau ketika sudah berada dalam shof sholat. Dana apabila kita tidak sempat bersalaman sebelum sholat, maka kita disunahkan untuk melakukan setelahnya. Hanya saja pelaksanaan bersalaman setelah sholat dilakukan setelah membaca dzikir-dzikir ba
da sholat.

Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin yang biasa bersalaman langsung setelah mengucapkan salam ketika sholat fardhu, merupakan suatu amalan yang tidak berlandaskan dalil. Oleh karena itu selayaknya amalan itu tidak dilakukan, karena yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW setelah salam adalah membaca dzikir-dzikir sebagaimana yang diajarkan oleh beliau.

Sedangkan bersalaman setelah sholat sunah maka diperbolehkan melakukannya setelah salam jika sebelumnya kita tidak sempat melakukannya. Tetapi jika kita telah bersalaman sebelumnya maka hal tersebut sudah cukup.



3) SALAMAN SAMBIL BERSHOLAWAT SETELAH SHOLAT WAJIB

Pertanyaan:
Adakah tuntunannya setelah sholat wajib, berdo'a, dilanjutkan dengan salam-salaman sambil bersholawat. 
Khamaludin

Jawaban:
Bersalaman setelah shalat jama’ah apalagi sambil membaca shalawat memang tidak ada tuntuanannya serta tidak ada keterangannya di dalam hadits nabawi. Namun apakah hukumnya menjadi terlarang dan bid
ah ?

Dalam masalah ini kita bisa melihat perkataan para ulama dalam mendefinisikan makna bid
ah. Yaitu adanya mereka yang meluaskan batasan bid'ah itu mengatakan bahwa bid'ah adalah segala yang baru diada-adakan yang tidak ada dalam kitab dan sunnah. Baik dalam perkara ibadah ataupun adat. Namun tidak berarti semua bidah itu buruk, tapi -menurut pendapat ini- ada bidah yang baik, sunnah bahkan wajib hukumnya.

Contoh bid'ah wajib misalnya belajar ilmu nahwu yang sangat vital untuk memahami kitabullah dan sunnah rasulnya. Contoh bid'ah haram misalnya pemikiran dan fikrah yang sesat seperti Qadariyah, Jabariyah, Murjiah dan Khawarij. Contoh bid'ah mandub (sunnah) misalnya mendirikan madrasah, membangun jembatan dan juga shalat tarawih berjamaah di satu masjid. Contoh bid'ah makruh misalnya menghias masjid atau mushaf Al-Quran. Sedangkan contoh bid'ah mubah misalnya bersalaman setelah shalat.

Jadi meski memang tidak ada tuntunan atau perintah dari praktek shalat Rasulullah SAW, sehingga dikategorikan bid
ah, namun perbuatan bersalaman itu bukanlah termasuk bidah yang sesat dan dosa. Mereka memasukkan perbuatan itu sebagai bidah yang hukumnya mubah.

Pendapat itu adalah pendapat kalangan ulama seperti Al-Imam Asy-Syafi'i dan pengikutnya seperti Al-'Izz ibn Abdis Salam, An-Nawawi, Abu Syaamah. Sedangkan dari kalangan Al-Malikiyah ada Al-Qarafi dan Az-Zarqani. Dari kalangan seperti Ibnul Abidin dan dari kalangan Al-Hanabilah adalah Al-Jauzi serta Ibnu Hazm dari kalangan Dzahiri.

Meski demikian ada juga kalangan yang menganggap bahwa setiap bid
ah pastilah sesatnya. Tentu saja dalam masalah seperti ini akan selalu ada perbedaan persepsi dari sekian banyak para fuqaha. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar