KANDUNGAN
SYAHADAT
(Bagian kedua
dari tiga tulisan)
Penulis : Supriyanto, S.Pd
Direktur Lembaga Pendidikan Islam At-Taqwa
Webblog : at-taqwabambe.blogspot.com
E-mail :
at.taqwabambe@gmail.com
Pada
bagian pertama telah dijelaskan bahwa dalam terminologi bahasa Arab, syahadat
memiliki 3 makna , yaitu : Al-I’lan
(pernyataan, pengumuman atau proklamasi), al-wa’du
(janji) dan al-qassam (sumpah).
Ketiga makna tersebut adalah saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya.
Sehingga menyatu dalam sebuah makna yang dasyat ketika dimaksudkan kepada
kalimat yang menjadi pintu masuk dalam agama Islam tersebut.
Akan
tetapi, sebagai orang beriman belumlah cukup hanya bersyahadat dengan cara
seperti di atas. Hal itu karena ketiga makna tadi baru mengacu pada satu unsur
saja dari syahadat, yaitu unsur pernyataan lisan. Sebagaimana pernah datang
kepada Rasulullah SAW sekelompok
orang
yang menyatakan keimanannya dengan cara demikian, maka kemudian beliau meresponnya
dengan firman Allah SWT berikut ini
“Orang-orang
Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu
belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk
ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang
yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada
jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (Qs.Al-Hujurat 49: 14-15)
Dari
kedua ayat di atas
terlihat bahwa syahadat yang dilakukan oleh orang mukmin harus memenuhi tiga
unsur, yaitu : Pertama,
Qaulan bil lisan (pernyataan dengan
lisan), maksudnya adalah dengan menyatakan kalimat “Asyhadu Alla Ilaaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah” (Saya bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Pernyataan
ini harus dinyatakan dengan jelas, tegas dan sungguh-sungguh tanpa keraguan
sedikitpun. Jangan sampai pernyataan itu hanya sebatas kepura-puraan saja sebagaimana
pernyataan orang-orang munafiq.
“Di
antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman.” (Qs.Al-Baqarah
2:8)
“Apabila
orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa
Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa
Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa
Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu
menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia)
dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang telah mereka
kerjakan.”(Qs. Al-Munafiqun 63:1-2)
Kedua
: Tashdiiqan bil qalby (membenarkan /
keyakinan dengan hati) yang maknanya adalah membenarkan pernyataan syahadat itu
dengan tulus ikhlas disertai dengan ilmu dan keyakinan yang mendalam serta
kesiapan untuk menerima dan melaksanakan semua konsekuensi dari pernyataan
syahadat tersebut. Termasuk didalamnya kesiapan untuk menerima dan melaksanakan semua yang
ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Ketiga,
‘Amalu bil arkan (diamalkan dengan
perbuatan). Bagi orang beriman yang telah bersyahadat, tidak ada pilihan selain
keharusan untuk melaksanakan dan mengamalkan semua yang telah disyari’atkan
oleh Allah SWT sebagaimana telah dijelaskan dan dicontohkan oleh Rasulullah
SAW. Artinya, orang-orng beriman haruslah melaksanakan semua syari’at Islam
secara total (kaaffah/syamil) tidak boleh sepotong-sepotong atau setengah-setengah.
“Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Al-Baqarah 2:
208).
Ketiga
unsur tersebut tidak terpisahkan sama sekali. Ketiganya harus dipahami secara
utuh. Seorang muslim yang telah bersyahadat, tetapi tidak membenarkan syari’at
Islam dalam hatinya bahkan malah membencinya meskipun kelihatannya dia
mengamalkan sebagian ajaran Islam, maka dia pada hakekatnya adalah seorang
munafiq yang terlaknat. Sedangkan apabila seorang muslim yang telah meyakini
kebenaran Islam dan menyatakannya dengan syahadat tetapi tidak mau mengamalkan
syari’at Islam itu dalam kehidupannya, maka sejatinya dia adalah seorang
munafiq ‘amaly. Karena sifat nifaq (kemunafikan) dapat terjadi sementara terhadap seorang muslim oleh karena berdusta,
menyalahi janji dan
berkhianat.
Semoga
kita termasuk kedalam golongan orang-orang mukmin yang mampu melaksanakan
syahadat dengan benar, dan tidak terjerumus kedalam lubang kemunafikan karena
melaksanakan Islam secara setengah-setengah saja.
Bersambung
ke bagian ketiga, Insya Allah…..