Selasa, 19 November 2013

Kandungan Syahadat Bagian Kedua



KANDUNGAN SYAHADAT
(Bagian kedua dari tiga tulisan)

Penulis    :  Supriyanto, S.Pd
                   Direktur Lembaga Pendidikan Islam At-Taqwa
Webblog :  at-taqwabambe.blogspot.com
E-mail      :  at.taqwabambe@gmail.com

Pada bagian pertama telah dijelaskan bahwa dalam terminologi bahasa Arab, syahadat memiliki 3 makna , yaitu : Al-I’lan (pernyataan, pengumuman atau proklamasi), al-wa’du (janji) dan al-qassam (sumpah). Ketiga makna tersebut adalah saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga menyatu dalam sebuah makna yang dasyat ketika dimaksudkan kepada kalimat yang menjadi pintu masuk dalam agama Islam tersebut.

Akan tetapi, sebagai orang beriman belumlah cukup hanya bersyahadat dengan cara seperti di atas. Hal itu karena ketiga makna tadi baru mengacu pada satu unsur saja dari syahadat, yaitu unsur pernyataan lisan. Sebagaimana pernah datang kepada Rasulullah SAW sekelompok orang yang menyatakan keimanannya dengan cara demikian, maka kemudian beliau meresponnya dengan firman Allah SWT berikut ini

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (Qs.Al-Hujurat 49: 14-15)

Dari kedua ayat di atas terlihat bahwa syahadat yang dilakukan oleh orang mukmin harus memenuhi tiga unsur, yaitu : Pertama, Qaulan bil lisan (pernyataan dengan lisan), maksudnya adalah dengan menyatakan kalimat “Asyhadu Alla Ilaaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadar  Rasulullah” (Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).

Pernyataan ini harus dinyatakan dengan jelas, tegas dan sungguh-sungguh tanpa keraguan sedikitpun. Jangan sampai pernyataan itu hanya sebatas kepura-puraan saja sebagaimana pernyataan orang-orang munafiq.
   
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (Qs.Al-Baqarah 2:8)

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.”(Qs. Al-Munafiqun 63:1-2)

Kedua : Tashdiiqan bil qalby (membenarkan / keyakinan dengan hati) yang maknanya adalah membenarkan pernyataan syahadat itu dengan tulus ikhlas disertai dengan ilmu dan keyakinan yang mendalam serta kesiapan untuk menerima dan melaksanakan semua konsekuensi dari pernyataan syahadat tersebut. Termasuk didalamnya kesiapan untuk  menerima dan melaksanakan semua yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Ketiga, ‘Amalu bil arkan (diamalkan dengan perbuatan). Bagi orang beriman yang telah bersyahadat, tidak ada pilihan selain keharusan untuk melaksanakan dan mengamalkan semua yang telah disyari’atkan oleh Allah SWT sebagaimana telah dijelaskan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Artinya, orang-orng beriman haruslah melaksanakan semua syari’at Islam secara total (kaaffah/syamil) tidak boleh sepotong-sepotong atau setengah-setengah. 
   
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Al-Baqarah 2: 208).

Ketiga unsur tersebut tidak terpisahkan sama sekali. Ketiganya harus dipahami secara utuh. Seorang muslim yang telah bersyahadat, tetapi tidak membenarkan syari’at Islam dalam hatinya bahkan malah membencinya meskipun kelihatannya dia mengamalkan sebagian ajaran Islam, maka dia pada hakekatnya adalah seorang munafiq yang terlaknat. Sedangkan apabila seorang muslim yang telah meyakini kebenaran Islam dan menyatakannya dengan syahadat tetapi tidak mau mengamalkan syari’at Islam itu dalam kehidupannya, maka sejatinya dia adalah seorang munafiq ‘amaly. Karena sifat nifaq (kemunafikan) dapat terjadi sementara terhadap seorang muslim oleh karena berdusta, menyalahi janji dan berkhianat.

Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang mukmin yang mampu melaksanakan syahadat dengan benar, dan tidak terjerumus kedalam lubang kemunafikan karena melaksanakan Islam secara setengah-setengah saja.

Bersambung ke bagian ketiga, Insya Allah…..

Fiqih Sholat : Menguap dan Memejamkan Mata Ketika Sholat



MENGUAP KETIKA SHALAT

Pertanyaan:
ustadz, jika kita menguap ketika sedang shalat, apakah yang lebih baik menutup mulut dengan tangan atau membiarkan mulut terbuka? Zakia

Jawaban:                                                               
Menguap termasuk perbuatan yang dilarang dalam sholat tetapi tidak membatalkan. Oleh karena itu, jika seseorang menguap ketika sholat, maka ia diharuskan untuk menahan sekuatnya kalau tidak sanggup, ia boleh menutup mulutnya dengan tangan.

Rasulullah SAW bersabda:
Apabila salah seorang diantara kalian menguap ketika sholat, maka hendaklah ia menahan (agar tidak menguap) semampunya karena syetan akan masuk (HR. Muslim No. 2995)

Para ulama berkata:
Perintah untuk menahan untuk tidak menguap serta menolaknya juga perntah untuk menaruh tangan di mulut bertujuan agar syetan tidak sampai kepada maksudnya sehingga syetan tidak bisa mengganggu, memasuki mulut orang tersebut dan juga tidak bisa mentertawakannya (Syarah Shahih Muslim An-Nawawi 18/)

Sumber : SCC-PKS

SHALAT DENGAN MEMEJAMKAN MATA

Pertanyaan:
 
Lebih afdhal mana sih shalat dengan memejamkan mata atau mata memandang tempat sujud. Mohon dicarikan haditsnya Saya lebih khusyu bila memejamkan mata karena jika tidak pandangan mata saya terganggu oleh sajadah/alas shalat yang bergambar masjid. Bagaimana sih hukumnya alas shalat yang bergambar masjid tersebut, apakah makruh? Saya lihat banyak sajadah yang bergambar masjid dan itu mengganggu shalat.  Kaka

Jawaban:

Sholat adalah ibadah mahdloh yang telah diatur syarat dan rukunnya dalam agama. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk mengikuti segala aturan yang berkaitan dengan tata cara sholat berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW yang tercantum dalam hadis-hadis yang shohih.

Berkaitan dengan pertanyaan saudara tentang boleh tidaknya seseorang memejamkan matanya ketika sholat, Para ulama menyatakan bahwa hal tersebut dimakruhkan karena bertentangan dengan sunnah. Sebab dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa orang yang sedang melaksanakan sholat diperintahkan agar melihat tempat sujud. Kecuali ketika sedang tasyahud disunahkan untuk mengarahkan pandangan ke telunjuk.


Dari Ibnu Sirin berkata :
Sesungguhnya Nabi SAW membolak-balikan pandangannya ke langit kemudian turunlah ayat Mereka adalah orang-orang yang khusyu dalam sholat (QS. Al-Muminun :2) Lalu beliau menundukkan kepalanya (HR Ahmad dan dishohihkan oleh Al-Hakim)

Imam Syaukani berkata :
Hadis Ibnu Sirin ini adalah mursal tetapi orang-orang yang meriwayatkannya semua terpercaya (tsiqoh) (Nailul Authar II/189)

Di samping itu, kebiasaan memejamkan mata ketika sedang sholat adalah menyerupai kebiasaan orang majusi ketika mereka sedang menyembah api, dan juga meyerupai orang-orang yahudi. (Abdulloh bin Abdurrahman Al-Jibrin/Shifatus-Sholah hal 27)




Sumber : SCC-PKS