Selasa, 08 November 2011

FIQIH THOHAROH 1

1. AIR SUCI MENSUCIKAN

Pertanyaan:
Ustadz, menyambung pertanyaan tentang air suci mensucikan ada beberapa pertanyaan:

1. Boleh tidak berwudhu atau mandi junub dengan menggunakan air hanya 1 ember, padahal jelas kurang dari 2 kullah?

2. Saya berwudhu di kolam kamar mandi yang tidak mencapai 2 kullah dengan cara mencelupkan tangan saya ke kolam dan air tumpahannya masuk kembali ke kolam, sah tidak wudhu saya?Sa\'ad

Jawaban:
Sesuai dengan keterangan yang telah kami sebutkan dalam pertanyaan berkaitan dengan air musta`mal, maka anda bisa menggunakan air satu ember untuk berwudhu dengan syarat anda tidak menjatuhkan tetesan air bekas wudhu` anda itu ke dalamnya. Hal ini bila mengikuti mazhab yang mengatakan bahwa air kurang dari dua kullah itu bila telah tercampur dengan air musta`mal, maka menjadi musta`mal dan tidak bisa digunakan untuk bersuci (wudhu` atau mandi).

Namun mazhab lainnya memang tidak menganggap demikian, sehingga meski air itu diobok-obok berkali-kali untuk wudhu, tetap masih bisa mensucikan.
Asalkan tidak berubah menjadi air najis dengan berubah warna, bau dan rasanya. 


2. AIR SUCI DAN MENSUCIKAN

Pertanyaan:
Para ustad yang terhormat, bagaimana hukumnya menggunakan air filteran/sulingan bekas mandi dll untuk dipakai bersuci baik mandi, wudhu dan lain-lain.demikian mohon jawaban secepatnya.terima kasih sebelumnya.Wassalam. Noer`s

Jawaban:
Air musta`mal adalah air yang sudah digunakan untuk bersuci baik wudhu` ataupun mandi janabah. Bila jumlah air ini sedikit yaitu tidak mencapai dua qullah atau sekitar 270 liter (lihat Wahbah Zuhaili : Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu), maka air ini tidak boleh lagi digunakan untuk bersuci (wudhu` / mandi) untuk kedua kalinya. Ini menurut mazhab Asy-Syafi`iyah. Status hukum air itu menjadi suci tapi tidak mensucikan.

Tapi bila air itu jumlahnya banyak melebihi dua qullah, maka tidak ada masalah untuk menggunakannya lagi untuk berwudhu` atau mandi.

Yang dimaksud dengan tidak mensucikan maknanya adalah tidak syah bila dipakai untuk wudhu` atau mandi janabah, tapi kalau untuk kepentingan lain seperti cuci piring, mandi biasa, cuci tangan atau cuci-cuci yang lain, tidak ada masalah.

Sedangkan urusan air itu disuling atau difilter, tidak ada kaitan dengan hukum kesucian air tersebut. Bila memang jumlahnya sedikit, sebenarnya tidak perlu disuling atau difilter, cukup campurkan air itu dengan air lainnya yang lebih banyak hingga melebihi dua qullah, maka otomatis air itu sudah berubah status hukumnya menjadi air yang suci dan mensucikan. 



3. AIR MUSTA'MAL : BERAPA LITER DAN APA HUKUMNYA ?

Pertanyaan:
Saya pernah membaca sebuah hadits yang menerangkan cara Rasulullah berwudlu. Dalam hadits itu dijelaskan bahwa Rasulullah mencelupkan tangannya ke bejana tempat air wudlu (banyaknya air 1 mud).
Yang ingin saya tanyakan adalah :

1. Berapa banyaknya 1 mud dalam ukuran liter

2. Hadits ini seolah-olah bertentangan dengan penjelasan tentang air musta'mal (dalam kitab fikih Imam Syafei) Terima kasih . Abdul Hafiz

Jawaban:
1. Mud

Mud adalah ukuran banysak suatu benda yaitu apa yang bisa ditampung oleh kedua telapak tangan. Biasanya benda itu adalah makanan seperti kurma atau gandum. Dalam hadits yang membicarakan pembayaran hutang puasa bagi mereka yang sudah tua, ada disebutkan bahwa dengan memberi makan fakir miskin sebanyak satu mud untuk satu hari puasa yang ditinggalkan.
Dan ukuran mud itu dengan ukuran telapak tangan Rasulullah SAW.

2. Air Musta`mal

Air musta`mal berarti air yang sudah dipakai, maksudnya yang telah digunakan untuk bersuci baik dalam berwudhu`, mandi atau mencuci najis dalam kebanyakan pendapat ulama.

Sedangkan istilah qullah adalah ukuran volume air. Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Atau sama dengan 446 3/7 Rithl Mesir atau sama dengan 81 rithl Syam. Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan dalam kitab fiqih sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.

Dalam mazhab Asy-Syafi`iyyah, bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter dan kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci (berwudhu` atau mandi). Tapi bila bukan digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal. Karena istilah musta`mal yang maknanya sudah digunakan berkaitan dengan digunakan untuk wudhu`atau mandi saja, bukan digunakan untuk hal lainnya.

Pengertian Musta`mal di antara fuqoha mazhab :

a. Ulama Al-Hanafiyah

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi wajib) atau untuk qurbah (wudhu` dan mandi sunnah).

Yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal.

Bagi mereka air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.

(lihat kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61).

b. Ulama Al-Malikiyah

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis).

Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang.

Namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah.

(lihat As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya).

c. Ulama Asy-Syafi`iyyah

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`.

Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta`mal.

Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas / menetes dari tubuh.

Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karean statusnya suci tapi tidak mensucikan.

(Lihat Mughni Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5 hal. 1,8)

d. Ulama Al-Hanabilah

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya. Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal.

Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang diluar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta`mal. Speerti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.

Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan peklerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` / mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal.

Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi
tertular kemusta`malannya. Wallahu A`lam



4. AIR MUSTA'MAL

Pertanyaan:
1. Apakah air musta'mal bisa mensucikan najis?
2. Saya kos dan kamar mandinya menampung air tidak sampai 2 kullah, apakah air tersebut apabila tersentuh anggota badan dihukumi musta'mal?

Abdul Muis

Jawaban:
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba
d.

Air Musta'mal

Air musta`mal berarti air yang sudah dipakai, maksudnya yang telah digunakan untuk bersuci baik dalam berwudhu`, mandi atau mencuci najis dalam kebanyakan pendapat ulama.

Sedangkan istilah qullah adalah ukuran volume air. Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Atau sama dengan 446 3/7 Rithl Mesir atau sama dengan 81 rithl Syam. Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan dalam kitab fiqih sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.

Dalam mazhab Asy-Syafi`iyyah, bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter dan kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci (berwudhu` atau mandi). Tapi bila bukan digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal.

Karena istilah musta`mal yang maknanya sudah digunakan berkaitan dengan digunakan untuk wudhu`atau mandi saja, bukan digunakan untuk hal lainnya.
Pengertian Musta`mal di antara fuqoha mazhab :

a. Ulama Al-Hanafiyah 

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi wajib) atau untuk qurbah (wudhu` sunnah dan mandi sunnah).

Yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi.

Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal.
Bagi mereka, air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.

(lihat kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61). 
b. Ulama Al-Malikiyah 

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis).

Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang.
Namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah.

(Lihat As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya).

c. Ulama Asy-Syafi`iyyah 

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`

Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta`mal. Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas / menetes dari tubuh.

Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karean statusnya suci tapi tidak mensucikan. (Lihat Mughni Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5 hal. 1,8)

d. Ulama Al-Hanabilah 

Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.

Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal.
Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang diluar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.

Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` / mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal.

Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi 'tertular' kemusta`malannya. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar