SHALAT BERJAMA’AH
Oleh : Supriyanto, S.Pd
Untuk jamaah
masjid Al-Ikhlas dan masjid Al-Furqon Perum Bukit Bambe
KEUTAMAAN SHALAT
a.
Mencegah perbuatan keji dan
munkar
Allah Ta’ala berfirman:”Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari segala kekejian dan kemunkaran” (al ankabuut [49]: 45).
b.
Melebur dosa-dosa kecil
Bersabda Rasulullah SAW:”Bagaimana pendapat kalian jika sebuah sungai
mengalir di muka pintu salah seorang di antara kalian dan kalian mandi di
dalamnya tiap hari lima kali. Masihkah ada kotoran tertinggal di tubuh kalian?”
Jawab shahabat:”Tidak!” Maka Rasulullah SAW bersabda:”Demikianlah shalat lima
waktu; Allah menghapus dosa-dosa kalian dengannya” (HR. Bukhary dan Muslim).
Seorang lelaki telah mencium wanita. Maka dia datang kepada Rasulullah SAW
untuk menyerahkan urusan tersebut. Maka Allah Ta’ala menurunkan satu
ayat:”Tegakkanlah shalat pada pagi dan sore serta waktu malam. Sesungguhnya
kebaikan itu dapat menghapus dosa-dosa.” Orang itu kemudian bertanya:”Apakah
hukuman itu khusus untuk aku?” Rasulullah SAW menjawab:”Untuk semua ummatku”
(HR. Bukhary dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda:”Shalat lima waktu, Jum’at dengan Jum’at sebagai
penebus dosa-dosa yang terjadi antara waktu itu, selama tidak melakukan
dosa-dosa besar” (HR. Muslim).
LARANGAN MENINGGALKAN SHALAT FARDHU
Allah Ta’ala telah memerintahkan
kepada Kaum Muslimin untuk menjaga shalatnya. Firman-Nya:
”Dalam hakikatnya, sesungguhnya batas pembeda yang sangat tegas antara
seorang Muslim dengan orang kafir adalah shalatnya. Jika seseorang menunaikan
shalat, maka dia adalah Muslim. Sebaliknya, jika seseorang meninggalkan shalat,
maka hakikat sesungguhnya dia telah terjerumus dalam kekafiran. Rasulullah SAW
mengingatkan:”Sesungguhnya batas yang memisahkan seseorang dengan kekufuran
hanyalah shalatnya, Barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti dia telah
kafir” (HR. Muslim).
Dalam peringatannya yang lain,
Rasulullah SAW bersabda:”Ikatan janji di antara kami dengan mereka adalah
shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, berarti dia kafir” (HR. At Tirmidzi).
Seorang ulama tabi’in, Syaqiq Bin
Abdullah berkata:”Para shahabat Nabi SAW tiada memandang satu amal apabila
ditinggalkan menyebabkan seseorang terjerumus dalam kekafiran, kecuali shalat”
(Tirmidzi).
SHALAT
BERJAMA’AH
1. Keutamaan
Islam mensyari’atkan kepada ummatnya
untuk berjama’ah dalam kehidupan ini. Allah Ta’ala berfirman:”Dan berpeganglah
kamu semua kepada tali (agama) Allah secara berjama’ah …” (Ali Imran [3]: 103).
Rasulullah SAW juga bersabda:”Wajib
atas kamu berjama’ah. Tangan Allah bersama berjama’ah” (HR. Muslim).
Dalam kehidupan, Islam
mensyari’atkan kepada ummatnya untuk berjama’ah. Demikian pula dalam
melaksanakan ibadah shalat. Rasulullah SAW menunjukkan kepada kita keutamaan
shalat berjama’ah dibandingkan dengan shalat sendirian:”Shalat berjama’ah lebih
utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian” (HR. Bukhary dan
Muslim).
Mengapa shalat berjama’ah lebih
utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian? Rasulullah SAW telah
menjelaskan dibandingkan:”Yang demikian itu karena jika seseorang
menyempurnakan wudhu’ kemudian keluar menuju masjid, maka tiada dia
melangkahkan kaki selangkah melainkan terangkat satu derajat dan dihapukan
dosanya. Ketika dia shalat selalu dido’akan para Malaikat selama dia berada di
tempatnya dan tidak berhadats” (HR. Bukhary dan Muslim).
2. Hikmah
a.
Menghindarkan diri dari jajahan
syaithan
Di antara hikmah shalat berjama’ah adalah menghindarkan diri dari jajahan
syaithan. Sabda Rasulullah SAW:”Tiada terdapat tiga orang yang berkumpul baik
di dusun, di hutan atu di kota; kemudian tidak menjalankan ibadah shalat
berjama’ah, melainkan mereka telah dijajah oleh syaithan” (HR. Abu Dawud).
b.
Tidak diterkam kemaksiatan dan
kejahiliyahan
Hikmah shalat yang lainnya adalah
menghindarkan diri kita dari serigala kemaksiatan dan kejahiliyahan. Rasulullah
SAW telah berpesan:”Kerjakanlah shalat berjama’ah! Sesungguhnya serigala itu
hanya dapat menerkam kambing yang jauh terpencil dari teman-temannya” (HR. Abu
Dawud).
3. Larangan meninggalkan shalat berjama’ah
Demikian utamanya shalat berjama’ah
di masjid, sehingga seseorang yang buta datang kepada Rasulullah SAW dan
berkata:”Ya Rasulullah, tiada seorang penuntun bagiku untuk menuju masjid.
Maka, ijinkanlah aku untuk shalat di rumah”. Rasulullah SAW mengijinkannya.
Tetapi ketika orang itu bangkit dari tempat duduknya untuk berjalan pulang,
Rasulullah SAW memanggil kembali dan bertanya:”Apakah kamu mendengar suara
adzan untuk shalat?” Jawabnya:”Ya!” Sabda Rasulullah SAW:”Jika demikian, engkau
harus daytang menyambutnya” (HR. Muslim).
Demikian pula, ketika Abdullah Bin
Ummi Maktum berkata:”Ya Rasulullah, kota Madinah ini banyak binatang buas dan
jahat”. Maka Rasulullah Saw menjawab:”Hayya ‘alash shalah, hayya ‘alal falaah?
Jika kamu mendengar, maka datanglah ke mari!” (HR. Abu Dawud).
Mereka yang mendapatkan halangan
untuk menunaikan shalat berjama’ah seperti kebutaan serta rintangan berupa
binatang buas, tetap diperintahkan Rasulullah SAW menghadiri shalat berjam’ah;
selama mereka mendengar seruan adzan. Terlebih lagi bagi mereka yang sama
sekali tidak menemui hambatan untuk berangkat menunaikan shalat berjama’ah.
Sampai-sampai Rasulullah Saw berpesan:”Demi Allah yang jiwaku berada di
tangan-Nya! Saya ingin menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu api, kemudian aku
perintahkan mu’adzin untuk mengumandangkan adzan. Kemudian aku perintahkan
seseorang untuk menjadi imam bagi orang-orang banyak. Sedangkan saya akan pergi
menuju rumah orang-orang yang tidak mendatangi shalat berjama’ah dan akan aku
bakar rumah mereka beserta penghuninya” (HR. Bukhary dan Muslim).
Demikian pentingnya shalat
berjama’ah, sampai-sampai Rasulullah
SAW berkeinginan untuk membakar rumah
orang yang tidak menunaikan ibadah shalat berjama’ah tanpa adanya udzur; bahkan
dibakar beserta isinya. Orang-orang seperti ini di masa Rasulullah SAW, yaitu
yang enggan menunaikan shalat berjama’ah di masjid, sebenarnya hanyalah
orang-orang munafiq yang telah jelas-jelas kemunafiqannya. Ibnu Mas’ud RA
berkata:”Sungguh, dahulu pada masa Rasulullah SAW tiada seorangpun yang
tertinggal dari shalat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang jelas
kemunafiqannya. Sungguh, ada kalanya seseorang itu sampai dihantar menuju
masjid dengan didukung oleh dua orang sebalah kanan dan kirinya untuk
ditegakkan dalam barisan shaf” (HR. Muslim).
4.
Berjalan ke masjid
Kaum Muslimin disyari’atkan untuk
melaksanakan shalat wajib di masjid, sedangkan shalat sunnah dapat dilaksanakan
di rumah. Allah Ta’ala menyediakan pahala yang besar bagi mereka yang berjalan
ke masjid untuk menunaikan shalat. Sabda Rasulullah SAW:”Barangsiapa pergi pada
pagi atau sore hari menuju masjid, maka Allah menyediakan baginya hidangan di
surga setiap dia pergi baik sore ataupun pagi hari” (HR. Bukhary dan Muslim).
Salah satu indikator kuatnya iman di
dalam dada seorang Muslim adalah langkah kakinya menuju masjid. Rasulullah SAW
bersabda:”Jika kamu melihat seseorang yang biasa ke masjid, maka saksikan
olehmu bahwa ia beriman. Sebagaiman firman Allah Ta’ala:”Sesungguhnya yang
memakmurkan masjid itu hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir”
(HR. At Tirmidzi).
Langkah kaki kita menuju masjid
sendiri merupakan hitungan pahala yang besar dari Allah Ta’ala. Langkah pertama
berfungsi menghapus dosa, sedangkan langkah berikutnya menaikkan derajat.
Rasulullah SAW berfirman:”Barangsiapa yang bersuci di rumahnya, kemudian
berjalan menuju masjid untuk menunaikan shalat fardhu, maka semua langkahnya
dihitung. Langkah yang satu untuk menghapus dosa dan langkah berikutnya untuk
menaikkan derajat” (HR. Muslim).
Begitu indah keutamaan berjalan
menuju masjid, sampai-sampai salah seorang shahabat Anshar yang rumahnya sangat
jauh dari Masjid tetap berjalan dengan istiqamahnya. Bahkan dia tidak pernah
terlambat untuk menunaikan shalat fardhu di masjid. Salah seorang shahabat memberikan
usulan kepadanya:”Seandainya kamu membeli keledai sebagai kendaraan di waktu
gelap atau panas”. Maka shahabat Anshar tersebut malah menjawab:”Saya tidak
ingnin kalau rumahku berada di sebelah masjid. Saya ingin tercatat dalam amal
kebaikanku adalah perjalananku menuju masjid dan kembalinya aku menuju rumah
keluargaku”. Rasulullah SAW kemudian mengomentari orang tersebut:”Allah Ta’ala
telah mengumpulkan bagi kamu semua itu” (HR. Muslim).
Bani Salamah pernah berniat untuk
memindahkan rumah di dekat Masjid Nabawi, karena suasana sekitar masjid masih
sepi. Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bertanya:”Saya dengar kalian akan
pindah dekat dengan masjid?” Maka Bani Salamah menjawab:”Benar, ya Rasulullah.
Kami menghendaki seperti itu”. Maka Rasulullah SAW bersabda:”Wahai bani
Salimah! Tetaplah kalian di kampung kalian, karena akan tercatat untuk kalian
amal-amal kalian pada bekas-bekas langkah kakimu itu”. Dengan nasihat
Rasulullah SAW tersebut, maka Bani Salamah mengurungkan niatnya untuk berpindah
dekat Masjid Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW telah bersabda
pula:”Sesungguhnya sebesar-besar pahala yang akan diterima manusia dalam
masalah shalat adalah mereka yang paling jauh jarak perjalanannya” (HR. Bukhary
dan Muslim).
5.
Menantikan Shalat
Jika adzan telah memanggil, maka
tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali memenuhi panggilannya untuk segera
shalat. Kita harus menghentikan aktifitas kita, dan kemudian beranjak
bersiap-siap shalat. Sehingga kita tidak tertinggal dalam shalat. Rasulullah
SAW:”Barangsiapa ingin bertemu Allah sebagai seorang Muslim, maka dia harus
benar-benar menjaga shalat pada waktunya ketika terdengar suara adzan” (HR.
Muslim).
Ibnu Mas’ud RA pernah bertanya
kepada Rasulullah SAW:”Apakah amal perbuatan yang utama?” Maka Rasulullah Saw menjawab:”Shalat
tepat pada waktunya” (HR. Bukhary dan Muslim).
Rasulullah SAW mengajak Kaum
Muslimin untuk menanti shalat, bukan sebaliknya, shalat menantikan kehadiran
kita. Sabda beliau:”Senantiasa seseorang itu dianggap dalam keadaan shalat,
selama dia tertahan oleh menantikan shalat. Tidak ada yang menahannya untuk
kembali ke rumahnya hanya semata-mata karena menantikan shalat” (HR. Bukhary
dan Muslim).
Demikian pula, ketika seseorang
tetap berada di tempatnya dalam masjid setelah menunaikan shalatnya. Para
Malaikat akan mendo’akan dirinya dengan do’a:”Ya Allah berilah ampunan baginya.
Ya Allah, kasihanilah dia” (HR. Bukhary).
Maka sudah semestinya apabila kita
bersegera menuju masjid ketika mendengar suara adzan. Dan ketika selesai
menunaikan shalat, usahakan untuk tidak terburu-buru meninggalkan masjid. Demikianlah adabnya.
6.
Shaf pertama
Itsar merupakan akhlaq yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW. Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya
daripada kepentingan dirinya sendiri, meskipun sebenarnya dia sendiri masih
membutuhkannya. Tetapi yang perlu difahami adalah, itsar itu sunnah untuk
hubungan mu’amalah. Sedangkan untuk ibadah mahdhah, seperti shalat, itsar itu
justru makruh. Sehingga, kita diperintahkan untuk mengambil posisi shaf pertama
dalam shalat berjama’ah. Jangan kita justru mempersilakan untuk menempati shaf
pertama yang seharusnya kita tempati. Makruh hukumnya.
Demikianlah Rasulullah SAW
menyebutkan keutamaan shaf pertama dalam sabdanya:”Andaikan saja orang-orang
itu mengetahui betapa besar pahala orang yang mendatangi adzan dan mengambil
posisi shaf pertama. Seandainya untuk mendapatkan tempat itu mereka harus
diundi, tentu mereka akan berundi untuk memperolehnya” (HR. Bukhary dan
Muslim).
Memang sebaik-baik shaf bagi
laki-laki adalah shaf terdepan, sedangkan seburuk-buruk shaf laki-laki adalah
yang paling belakang. Dan sebaliknya untuk wanita. Rasulullah SAW
bersabda:”Sebaik-baik shaf lelaki adalah yang terdepan dan yang terbusuk adalah
yang paling belakang. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan yang
paling busuk adalah shaf terdepan” (HR. Muslim).
MARAJI’
1.
Imam An-Nawawi, Riyadhus
shalihin, Imam Ghazali Ihya Ulumudin
2.
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah,
Taqrib
3.
Qardawi, Yusuf, Fatwa Kontemporer
4. Qardawi, Yusuf, Al-ibadah fil Islam
_________________________________________________________________________
* Penulis adalah Direktur Lembaga Pendidikan Islam At-Taqwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar