MEJA KAYU UNTUK AYAH
Oleh : Supriyanto, S.Pd
Di
sebuah keluarga, hiduplah suami istri dengan satu anaknya yang masih kecil
serta seorang kakeknya yang sudah renta. Setiap hari ketika waktu makan tiba,
mereka selalu berkumpul di sekeliling meja makan untuk menyantap hidangan saat
itu bersama-sama.
Akan
tetapi disetiap waktu makan itu, si kakek selalu membuat masalah. Karena
usianya yang sudah renta, maka tangannya selalu gemetar ketika memegang sendok.
Dia selalu kesulitan untuk mengambil makanannya di piring dan memasukkannya
kemulut. Akibatnya, makanan si kakek selalu saja tumpah dan berceceran dilantai
dan meja makan.
Tidak
itu saja. karena pandangannya yang sudah rabun, dia kesulitan memegang gelas
air minumnya dengan benar. Akibatnya, air minumnya selalu tumpah di meja makan
dan tidak jarang gelasnya pun jatuh ke lantai dan pecah. Acara makanpun jadi berantakan dan kacau.
Karena
setiap hari direpotkan oleh ulah sang kakek, maka sang menantu lalu berkata
kepada suaminya (putra si kakek tersebut), “ Yah, si kakek setiap hari selalu
menumpahkan makanan dan memecahkan gelasnya. Kita harus segera melakukan
sesuatu karena aku sudah sangat capek dibuatnya.”
Sang
ayah kemudian merespon permintaan istrinya dengan membuatkan sepasang meja
kursi dari kayu dan diletakkan di sudut ruangan yang agak jauh dari meja makan
keluarga mereka untuk si kakek makan. Piring dan gelasnyapun disiapkan yang
berbahan plastik agar tidak pecah lagi. Acara makan keluarga kecil itu pun
kembali lancar dan damai.
Namun
tanpa disadari oleh kedua orang tuanya, sang anak yang masih kecil itu setiap
hari mengamati kakeknya yang makan di sudut ruangan sambil selalu sesenggukan
dan meneteskan air mata. Sang anan begitu tertegun melihat bagaimana kedua
orang tuanya memperlakukan kakeknya, bapak dari ayahnya.
Sampai
suatu hari, sang ayah terheran-heran melihat ulah sang anak yang memegang
peralatan tukang kayu dan mulai memotong dan menggergaji kayu itu. Dengan heran
sang ayah bertanya, “Kamu sedang membuat apa, Sayang?”. Sang anak menjawab
pelan, “Aku mau membuat meja dan kursi kayu yang akan aku letakkan di sudut
ruang makan sana dekat tempatnya kakek biasa makan. Nanti kalau aku sudah besar
dan ayah ibu sudah tua, ayah dan ibu bisa makan di sana menemani kakek dengan
piring dan gelas plastiknya”.
Sang
bapak begitu tersentak mendengar jawaban anak kecilnya yang begitu polos
tersebut. Dia langsung merenung bersama istrinya dan kemudian merubah
perlakuannya kepada sang kakek. Akhirnya sang kakek kembali diajak makan bersama
dalam satu meja dan dilayani dengan penuh kasih sayang oleh mereka berdua.
Sahabat,
anak adalah cerminan diri kita sendiri. Mereka akan meniru dengan baik apapun
yang mereka lihat dan dengar dari kita. Kalau anak cenderung melakukan berbagai
perbuatan yang menurut kita kurang pantas, adalah sangat mungkin setiap hari
justru mereka telah belajar dengan baik dari kita. Artinya, mungkin kitalah
sumber belajar dari berbagai perbuatan kurang pantas itu. Dan anak kita telah
menirunya dengan sangat baik.
Jangan
hanya salahkan mereka, tapi marilah kita berkaca, merenungkan sejenak apa saja
yang telah kita lakukan sehingga anak melakukan berbagai perbuatan tersebut. Bukankah
dari lingkungannyalah anak-anak belajar? Dan kitalah, orang tuanya, lingkungan
terdekat bagi mereka. Selamat merenung dan memperbaiki diri. Hasbunallah wa ni’mal wakiil.
_____________________________
* Penulis adalah Pengurus JSIT Indonesia Wilayah Jawa Timur & Direktur Lembaga Pendidikan Islam At-Taqwa Gresik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar