Senin, 07 Januari 2013

KOMITMEN MUSLIM



APAKAH YANG HARUS SAYA PERBUAT
JIKA SAYA BERKOMITMEN KEPADA HARAKAH ISLAMIYAH
(Sebuah Ringkasan)

Oleh : Supriyanto

I.             Hidup saya harus saya persembahkan untuk Islam
A.    Tiga Golongan manusia :
1.      Golongan yang hidup untuk dunia. (Qs.45:24)
2.      Golongan yang linglung.
3.      Golongan yang memandang dunia sebagai ladang akhirat.(Qs.6:32)

B.     Bagaimana saya hidup untuk Islam?
1.      Memahami tujuan hidup yaitu beribadah kepada Allah. (Qs.51:56)
2.      Mengetahui nilai dunia dibandingkan dengan akhirat. (Qs.9:38, 3:14)
3.      Memahami bahwa kematian itu pasti, dan menjadikannya sebagai peringatan. (Qs.3:185, 55:26)
4.      Memahami hakikat Islam.
5.      Memahami hakikat jahiliyah.

C.     Sifat-sifat orang yang hidup untuk Islam :
1.      Komitmen kerja dengan Islam. (Qs.2:44,82, 61:2)
2.      Menaruh perhatian terhadap kepentingan Islam.
3.      Berbangga hati dengan kebenaran dan yakin kepada Allah (Qs.3:139)
4.      Mengadakan komitmen dengan orang lain untuk bekerja sama demi Islam.(Qs.5:2)

II.          Saya harus meyakini wajibnya berjuang dalam Islam bagi individu dan jama’ah, baik dari segi prinsip, hukum maupun kebutuhan.

III.       Harakah Islamiyah : tugas, karakter dan perbekalannya.

A.    Tugas harakah Islamiyah adalah menggiring manusia agar menjadi hamba hamba Allah baik sebagai individu, maupun komunitas agar terbentuk masyarakat yang islami dengan hukum-hukum dan doktrin yang bersumberkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

B.     Karakter prinsipil Harakah Islamiyah :
1.      Rabbaniyah (Qs6:162)
2.      Orisinil dan mandiri
3.      Progresif
4.      Paripurna
5.      Menghindari pertentangan fiqh

C.     Karakter lain Harakah Islamiyah :
1.      Jauh dari kungkungan para penguasa dan para politikus.
2.      Langkah-langkah yang bertahap.
3.      Memprioritaskan kerja dan produksi dari pada propaganda
4.      Politik “nafas panjang” karena banyaknya ujian. (Qs.29:13)
5.      Kerja yang terbuka dan struktur yang rahasia.

D. Perbekalan Harakah Islamiyah adalah keimanan yang mendalam kepada Allah (Qs.3:160), manhaj, persaudaraan (Qs.49:10), pembalasan dan jihad.(Qs.9:24, 120)

IV.   Saya harus memahami liku-liku perjuangan Islam dan mengapa saya memilih harakah Islamiyah.

V.       Saya harus memahami dimensi aqidah (Qs.48:10) dan dimensi keterikatan keterikatan sampai akhir hayat (Qs.47:37, 13:17) kepada harakah Islamiyah.

VI.       Saya harus memahami tomggak-tonggak perjuangan Islam, yaitu :
1.      Tujuan yang jelas.
2.      Jalan yang jelas.
3.      Komitmen kepada keduanya.

VII.    Saya harus memahami syarat-syarat bai’at dan syarat-syarat keanggotaan :
1.      Al-Fahm
2.      Al-Ikhlas
3.      Al-Amal
4.      Al-Jihad
5.      At-Tadhiyyah
6.      At-Tho’ah
7.      Ats-Tsabat
8.      At-tajarrud
9.      Al-Ukhuwah
10.  Ats-Tsiqah

______________________________________________________
* Disampaikan dalam Pelatihan Da’i Yayasan Ishlahul Ummah Surabaya, Juli 1998
      * Penulis adalah mahasiswa IKIP Surabaya Jurusan P. Ekonomi Semester VIII


10 Amalan Batin Dalam Tilawah Al Qur’an



10 Amalan Batin Dalam Tilawah Al Qur’an
Oleh : Supriyanto, S.Pd
Tilawah al Qur’an dapat menghaluskan jiwa dari beberapa segi. Ia mengenalkan manusia kepada tuntutan yang harus dilakukannya, membangkitkan berbagai nilai yang dimaksudkan dalam Tazkiyatun Nafs, menerangi hati, mengingatkannya, menyempurnakan fungsi sholat, zakat, puasa dan haji dalam mencapai maqam ‘ubudiyah kepada Allah ‘azza wajalla. Tilawah Al Qur’an memerlukan penguasaan yang baik tentang hukum-hukum tajwid dan komitmen harian dengan wirid dari Al Qur’an.
Al Qur’an dapat berfungsi dengan baik apabila dalam tilawahnya disertai adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan tadabbur. Berikut ini penjelasan tentang sepuluh amalan batin tersebut :
1.      Memahami keagungan dan ketinggian Firman.
Ketika kita berada di daerah yang sama sekali asing bagi kita, keberadaan sebuah petunjuk  atau informasi sekecil apapun itu tentulah sangat berharga bagi kita. Dengan itu kita dapat mengenal keadaan dan menentukan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Disinilah letak pentingnya firman-firman Allah yang disampaikan-Nya kepada kita sebagai petunjuk hidup kita.

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Qs.2:2)

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(Qs.51:56)

2.      Mengagungkan Mutakallim (Allah SWT)
Dalam ilmu komunikasi, kita selalu diharuskan memperhatikan dengan siapa kita sedang berkomunikasi sehingga kita bisa bersikap dengan lebih baik dan diterima dengan baik pula oleh yang bersangkutan.
Saat kita tilawah Al-Qur’an, maka kita sedang berhadapan dan berkomunikasi secara langsung dengan Allah SWT yang menciptakan kita beserta seluruh alam semesta. Yang tunduk semua makhluk kepada-Nya. Yang ilmu-Nya tiada terbatas, Yang Maha Rahmat dan Kasih Sayang-Nya tiada terbatas serta Maha pedih siksanya bila Ia murka.
Dengan memeperhatikan itu semua, maka akan muncul pengagungan dalam hati kita kepada Mutakallim, Allah ‘Azza Wajalla.

3.      Menghadirkan Hati dan Meninggalkan bisikan Jiwa
Ketika kita sedang berbicara dengan seseorang yang penting, maka sudah pasti perhatian kita sepenuhnya akan kita tujukan kepada apapun yang sedang ia sampaikan. Kita akan konsentrasi penuh, fokus hanya pada informasi yang disampaikannya.
Apalagi ketika kita sedang berhadapan dengan Allah SWT, membaca dan mendengarkan kalam-Nya yang sangat penting bagi hidup dan mati kita, yang di dalamnya penuh dengan berbagai informasi besar tentang alam nyata dan ghaib, tentang kehidupan dunia dan akhirat, tentang perintah dan larangan serta tentang pedoman hidup menuju keselamatan kita. Maka sudah pasti kita harus lebih fokus dan mengabaikan lintasan-lintasan lain dalam fikiran dan hati kita.

“Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.” (Qs. Maryam 19:12)

4.      Tadabbur
Tujuan membaca adalah tadabbur (merenungkan), oleh karena itu disunnahkan membaca dengan tartil sebab di dalam tartil secara zahir memungkinkan adanya tadabbur dengan batin. Imam Ali RA berkata, “Tidak ada kebaikan pada ibadah tanpa pemahaman di dalamnya. Dan tidak ada kebaikan pada bacaan tanpa tadabbur di dalamnya.”
Jika tidak bisa melakukan tadabbur kecuali dengan mengulang-ulangnya, maka lakukanlah sebagaimana Rasulullah pernah menjadi imam dan mengulang-ulang QS.Al mai’idah 5:118 berikut ini:

“Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

5.      Tafahhum (Memahami Secara Mendalam)
Yaitu mencari kejelasan dari setiap ayat secara tepat, karena Al Qur’an meliputi berbagai masalah tentang sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan-Nya, ihwal para nabi, ihwal para pendusta dan bagaimana mereka dihancurkan, perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, serta surga dan neraka.
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs. Al Hasyr 59:23)

Misalnya kita menbaca Qs Al Waqi’ah 56:58 di bawah ini :

”Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.”

Kemudian kita merenungkan dan mencoba memahami bagaimana proses penciptaan manusia dari air mani, menjadi daging, darah, tulang, sel dan seterusnya hingga terbentuk berbagai organ tubuh yang membuat manusia jadi sempurna. Kemudian renungkan pula Qs. Yaasin 36 : 77 
”Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!”

Barangsiapa yang tidak memiliki pemahaman tentang apa yang terkandung di dalam Al Qur’an sekalipun dalam tingkatan yang paling rendah, maka ia masuk ke dalam kategori firman Allah :
”Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka Itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.”            (Qs. Muhammad 47:16)

6.      Meninggalkan Hal-hal yang Dapat Menghalangi Pemahaman
Syetan memasang beberapa penghalang dalam hati manusia sehingga kebanyakan mereka tidak bisa menyaksikan berbagai keajaiban Al Qur’an. Penghalang-penghalang tersebut antara lain:
Pertama, Perhatiannya hanya tertuju pada penunaian makharijul huruf saja.
Kedua, Taklid dan fanatik kepada mazhab yang didengarnya saja tanpa berusaha memahaminya dengan bashirah dan musyahadah.
Ketiga, Berterus menerus dalam dosa atau sikap sombong atau secara umum terjangkiti penyakit memperturutkan hawa nafsu kepada dunia. Padahal, ini dapat menyebabkan hati menjadi berkarat dan gelap.
Keempat, Hanya membaca tafsir zahir saja dengan mengabaikan yang lain.

7.      Takhsish
Yaitu menyadari bahwa dirinya merupakan sasaran yang dituju oleh setiap khitab (nash) yang ada di dalam Al-Qur’an. Misalnya tentang perintah dan larangan, janji dan ancaman, pelajaran dari kisah nabi dan ummat terdahulu, dan sebagainya.
“Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Qs.2:231)

 “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Qs.17:82)

8.      Ta’atstsur (Mengimbas ke Dalam Hati)
Yaitu hati terimbas oleh imbasan yang berbeda sesuai dengan beragamnya ayat yang dibaca dan dihayatinya. Imbasan itu bisa berupa rasa takut, harap, sedih, gembira dan sebagainya. Contoh, Nabi SAW pernah menangis ketika meminta Abdullah Bin Mas’ud membaca Qs An-Nisa 4: 41
“Maka Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)."
Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku."(Qs.6:15)
"Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali." (Qs.Mumtahanah 60:4 )
“Mengapa Kami tidak akan bertawakkal kepada Allah Padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada Kami, dan Kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri".(Qs.Ibrahim 14:12)

9.      Taraqqi
Yakni meningkatkan penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan kalam dari Allah, bukan dari dirinya sendiri. Karena derajat bacaan ada tiga:
Pertama, Seolah-olah membacanya kepada Allah, berdiri di hadapan-Nya dan di saksikan-Nya.
Kedua, Menyaksikan hatinya seolah-olah Allah mengajaknya bicara dengan taufiqnya. Sehingga dia ta’zhim dan malu, mendengarkan dan memahami.
Ketiga, Melihat mutakallim dalam setiap kalam yang dibacanya, melihat sifat-sifat-Nya dalam setiap kalimat yang ada.
Itulah derajat Ashabul yamin dan Muqarrabin. Sedangkan jika tidak demikian maka termasuk derajat ghafilin

“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS.7:179)

10.  Tabarriy
Yakni melepaskan diri dari daya dan kekuatannya, dan memandang kepada dirinya dengan pandangan ridha dan tazkiyah. Apabila membaca ayat tentang sanjungan kepada shalihin dan shiddiqin, maka ia memohon disusulkan kepada golongan mereka. Dan apabila membaca ayat yang berisi ancaman dan murka Allah, ia merasa dirinyalah yang dimaksudkan sehingga secepatnya bertobat dan memohon ampun.

Referensi:
1.      Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali
2.      Al Mukhtakhlas Fi Tazkiyatun Nafs, Sa’id Hawa

____________________________________________________

Disampaikan di Majelis Taklim Al Istiqomah, Kamis 25 Desember 2008